Connect with us

Hi, what are you looking for?

Sepak Bola

Sepakbola dan Konflik Maluku

Last updated on 12 Desember, 2018

Siapa sangka, konflik yang pernah terjadi di Maluku antara etnis islam dan kristen pada tahun 1999 berhasil di rekonsiliasi dari lapangan hijau. Bahkan, ketika negara tidak mampu meredam aksi yang menguburkan ideologi pancasila dan semboyan ke-bhinekaan, sepak bola lah yang akhirnya mengharmoniskan kembali jurang perbedaan kala itu.

Adalah Sani Tawainella, pemain kelahiran Tulehu  yang pertama kali melakukan inisiasi peredaman konflik di Ambon kala itu, dengan mengajak anak-anak berlatih sepak bola setiap petang. Memang, saat itu gejolak konflik sedang tinggi-tinggi nya, bahkan setiap fajar menjelang kerap kali kerusuhan pecah di perbatasan.

Sani Tawainella memegang bola

Inisiasi peredaman konflik yang dilakukan Sani memang tidak secara langsung, tapi caranya tersebut ampuh membuat istilah Pela Gandong berseru lagi di Maluku (Ambon).

 

Bahkan awalnya Sani melatih hanya untuk menghindari anak-anak Tulehu dari memori kelam tentang konflik, namun caranya tersebut justru bisa merekonsiliasi umat islam dan kristen dari pertikaian. Latihan rutinnya itu pun sempat dianggap akan sia-sia oleh para kerabatnya, namun Sani tetap bergeming dan selalu yakin pada tujuan awalnya menyelamatkan mental anak-anak dari kekhawatiran konflik.

Beberapa tahun berselang tim Tulehu berkembang dan lebih struktural, namun perkembangan itu justru melibatkan Sani dan sahabatnya, Rafi kepada dua pemikiran yang berbeda. Sani merasa tidak dihargai setelah Rafi mengakuisisi penuh SSB Tulehu. Hal itu pun membuat Sani memutuskan untuk tidak lagi berkongsi dengan Rafi dalam melatih dan membangun SSB Tulehu.

Sani bersama Tim Maluku

Namun konflik tersebut tak membuat Sani dan sepak bola bercerai. Justru Tim SSB Paso yang berisikan pemain kristiani meminta Sani melatih mereka untuk menghadapi  John Maiola Cup. Awalnya keputusan untuk merekrut Sani ditolak oleh pemilik SSB karena tidak mungkin seorang muslim melatih di SSB yang mayoritas pemainnya adalah kristiani. Tapi pelatih Paso sebelumnya, Josef Matulessy berhasil meyakinkan sang pemilik klub untuk merekrut Sani berdasarkan kapabilitas  dan terbatasnya waktu persiapan turnamen.

Partai final Maiola Cup pun akhirnya mempertemukan Sani dengan anak-anak asuhnya terdahulu, SSB Tulehu. Namun Sani gagal mengalahkan Tulehu dan harus rela menjadi juara dua John Maiola Cup.

Hasil ini tidak menurunkan kapasitasnya sebagai pelatih, bahkan Sani  dipercaya untuk memimpin anak-anak Maluku untuk mengikuti kejuaran nasional Medco Foundation U-15 di Jakarta dengaan Rafi sebagai asistennya. Namun Rafi menolak dengan alasan ialah yang berhak menjadi pelatih karena berhasil membawa SSB Tulehu juara. Akhirnya setelah dilakukan perundingan, Josef Matulessy lah yang diutus untuk mendampingi Sani dalam kejuaran nasional Medco Foundation di Jakarta.

Konflik pun tak berhenti sampai disitu, para pemain yang terpilih mewakili Maluku juga terjebak seteru etinitas agama dalam tubuhBahkan konflik tersebut membuat mereka kalah pada pertandingan pertama melawan Tim Jakarta.

Tapi bukan Sani Tawainella jika harus menyerah dengan perbedaan. Dengan pengalamannya ia berhasil menyatukan kembali kekompakan tim Maluku hingga melenggang ke partai final.

Di laga paling akhir tersebut tim Maluku harus berhadapan dengan anak-anak Jakarta yang pernah mengalahkan mereka sebelumnya.

Dalam pertandingan ini sepakbola lagi-lagi menunjukan magisnya. Bagaimana tidak, siaran langsung yang terpaksa berhenti di babak ke-dua membuat masyarakat Maluku yang menyaksikan di daerahnya kelimpungan mencari kabar pertandingan.

Mereka yang tadinya terlibat kerusuhan pun akhirnya mulai bersatu dan saling memberikan informasi tentang kondisi anak-anak mereka yang sedang bertanding di Jakarta melalui akses telepon genggam dari kerabat mereka yang berada di lokasi pertandingan.

Bahkan, beberapa umat muslim pun begabung ke gereja-gereja untuk sekedar mendengar informasi tentang tim Maluku yang sedang bertanding dan begitu juga sebaliknya.

Hingga akhirnya pertandingan selesai dan Tim Maluku dinyatakan keluar sebagai juara, mereka yang terlibat konflik pun ikuta larut dalam euforia kemenangan. Seruan “Maluku bersatu” pun mulai mengisi tiap sudut Tulehu. Hal ini pun membuat suasan kembali hangat dan sepakbola berhasil menjadi  alasan atas semua kehangatan itu.

kisah tentang sepak bola dan konflik Maluku juga diceritaakn dalam film yang berjudul: Cahaya Dari Timur

 

 

 

Baca juga: Kembalinya Frank Lampard Warnai Kemenangan Chelsea Atas Derby, Hasil Lengkap 16 Besar Carabao Cup 2018/2019

Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi isports.id.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Baca Juga

Liga Inggris

iSports.id – The Red Devils sukses mengamankan tiga angka pertamanya di Europe League pada Jumat (20/9) dini hari tadi. Meski sulit, akhirnya gol semata...

Sepak Bola

iSports.id – Arsenal memulai langkahnya di Europe League 2019/20 dengan kemenangan besar. Pada Jumat (20/9) dini hari tadi, anak-anak asuh Unai Emery sukses mengandaskan...

Sepak Bola

iSports.id – Debut buruk harus menjadi tanda kembalinya The Blues (julukan Chelsea) ke Liga Champions musim 2019/20 ini. Hasil minor ini didapat setelah dini...

MotoGP

iSports.id – Kecelakaan yang mendera Andrea Dovizioso di sirkuit Silverstone rupanya cukup parah. Ducati mengonfirmasi sang pembalap sempat hilang ingatan. Pada minggu lalu sang...