iSports.id – Dunia sepak bola kembali dikejutkan. Kali ini bek kiri terbaik Prancis, Patrice Evra memutuskan untuk gantung sepatu. Patrice Evra resmi mengumumkan pensiun sebagai pesepak bola profesional. Eks bek Manchester United dan Juventus tersebut kini akan mempersiapkan diri untuk menjadi pelatih.
Baca juga: Klub ke-12 Boateng adalah Fiorentina
MENJADI PELATIH
Salah satu bek kiri andal di masanya, Patrice Evra memutuskan untuk gantung sepatu di usianya yang ke-38 tahun. Bek yang bersinar namanya bersama Manchester United tersebut terakhir kali berkarier di West Ham United musim 2018/19 lalu. Evra sendiri menjadi andalan Sir Alex Ferguson dan hampir mendapatkan semua gelar bergengsi saat itu, mulai dari Liga Primer Inggris, Liga Champions Eropa hingga Piala Dunia Antar Klub. Ia juga sempat bermain di Juventus dan sukses sabet gelar Scudetto juga di sana.
Pasca resmi memutuskan pensiun, ia mengaku ingin merambah ke dunia kepelatihan selayaknya pensiunan pesepak bola profesional lainnya. “Karier saya sebagai pemain secara resmi berakhir. Saya memulai latihan untuk mengambil Lisensi Pelatih UEFA B pada 2013. Sekarang, saya ingin menyelesaikannya dan kemudian mendapatkan lisensi UEFA A,” ujar Evra.
Evra juga menambahkan, jika semuanya berjalan dengan mulus, maka ia bisa menangani tim utama yang sudah menjadi impiannya. “Dalam satu setengah tahun, jika semuanya berjalan dengan baik, saya akan siap untuk memimpin tim,” pungkas mantan bek kiri Manchester United ini. Keinginan Evra menjadi pelatih didukung oleh mantan pelatih legendaris United, Sir Alex Ferguson. Menurut Fergie (Sapaan akrab ferguson) memperkirakan pada saat itu bahwa dua pemainnya akan menjadi pelatih kelas atas, yaitu Ryan Giggs dan Patrice Evra.
Baca juga: Bagian Kelam Sepak Bola : TPO Part I
AWALNYA STIKER
Jika menilik karier Evra sebenarnya juga penuh liku. Malah bisa dibilang mengejutkan. Siapa sangka Evra sebenarnya mengawali kariernya sebagai seorang striker. Semua berawal ketika Evra yang lebih memilih sepak bola ketimbang menjadi pebisnis. Hal itu dimaklumi karena Evra lahir dari keluarga mapan. Evra lahir dari darah seorang diplomat Guinea. Pekerjaan tersebut membuat ia mau tidak mau harus mengikuti pekerjaan ayahnya untuk berpindah negara, hingga menuntunnya ke Les Ulis, Paris Selatan.
Kesukaan Evra pada sepak bola terlihat sejak ia kecil. Berbeda dengan saudaranya yang kerap belajar sepulang sekolah, ia justru memilih bermain sepakbola di jalan. “Dia memiliki intelegensi yang kuat. Selain itu, ia gemar memilih jalan yang berbeda ketimbang saudaranya yang lain sejak masih kecil,” ujar Mary Magdalene, kakak tertua Evra, seperti dikutip dari Le Parisien. Bersama kawan dekatnya, Tshymen Buhanga, Evra pun bergabung dengan CO Les Ulis, kesebelasan lokal di usia 11 tahun. “Saya bawakan Romario baru,” kata Jean-Claude Giordanella, pelatih Les Ulis saa menirukan ucapan Buhanga mengenai Evra yang saat itu bermain sebagai penyerang.
CO Les Ulis yang dikenal sebagai salah satu penghasil pemain berbakat membuat banyak yang mengetahui bakat Evra. Beberapa kesebelasan papan atas sepak bola Prancis, seperti Rennes dan Lille, disebut Giordanella pernah mengirim pemandu bakatnya untuk melihat Evra, namun pada akhirnya Evra tidak jadi dilirik karena tinggi badannya dianggap terlalu pendek untuk ukuran penyerang. Di Bretigny, Evra lagi-lagi mendapat kesempatan unjuk gigi. Kali ini ia mendapat kesempatan dari dua kesebelasan Ligue 1 lain, Paris Saint-Germain dan Toulouse, di usia yang baru menginjak 16 tahun. Kesempatan untuk merumput di level junior pada akhirnya ia terima dari Paris Saint-Germain, meski pada akhirnya ia dilepas oleh manajemen Paris Saint-Germain tanpa alasan yang jelas.
Baca juga: Bagian Kelam Sepak Bola : TPO Part 2
GAGAL DI ITALIA
Berkah datang ketika ia mengikuti turnamen futsal di Juvisy-sur-Orge, Paris tenggara. Penampilan apik Evra di turnamen tersebut dilihat oleh salah satu pemandu bakat paruh waktu asal Italia. Pemandu bakat tersebut pun menawari Evra kesempatan untuk mengikuti trial di Torino. Beberapa pekan mengikuti trial di Torino, Evra rupanya kembali gagal. Namun, ia justru mendapat berkah ketika ia dilirik oleh kesebelasan C1 Italia, Marsala, dan menawarinya kontrak profesional dan satu tempat di posisi gelandang sayap.
“Ada satu saat yang akan terus saya ingat di sepakbola. Bukan saat saya menjuarai liga atau Liga Champions, melainkan ketika saya berusia 17 tahun dan berhasil menandatangani karier sebagai pesepak bola profesional,” ujar Evra mengenai kegembiraannya dikontrak oleh Marsala. Tak ingin tampil mengecewakan, Evra pun mulai belajar bahasa Italia untuk lebih mendalami instruksi pelatihnya. Hasilnya, Evra mampu tampil dalam 27 pertandingan dan mencetak enam gol sebagai gelandang sayap.
Sejak saat itu, nama Evra terus melanjak di kompetisi level bawah Italia. Setahun berikutnya, ia hijrah ke kesebelasan Serie B, Monza, dengan nilai transfer 250 ribu Euro. Di akhir musim 1999/00, Evra memutuskan keluar dari Monza karena tidak mendapatkan tempat sebagai pemain inti.
Baca juga: Nicolas Pepe Merapat ke Arsenal
BERALIH KE BEK KIRI
Tak butuh waktu lama, Evra diajak bergabung oleh OGC Nice yang saat itu berada di Ligue 2. Semusim tampil di tim cadangan, Evra mulai mendapatkan kesempatan di tim senior sebagai striker dan mendapatkan nomor punggung 17. Musim 2001/02 menjadi musim yang tak akan dilupakan oleh Evra. Cederanya dua bek kiri Nice, Jean-Charles Cirilli dan José Cobos, membuat Evra mendapatkan kesempatan bermain di sisa laga sebagai bek kiri.
Baiknya penampilan Evra di laga tersebut membuat pelatih Nice, Sandro Salvioni, melantik Evra sebagai bek kiri baru timnya. Bukannya senang, Evra justru marah mendapat kesempatan tersebut. Tak terima pemainnya marah, Salvioni justru balik memarahi Evra. “Jika Anda ingin berada di lapangan, Anda harus menerima untuk bermain di sini!” ujar Evra menirukan ucapan Salvioni. Keputusan tersebut pun membuat Evra terus dipercaya sebagai bek kiri. Baiknya penampilan yang ia tunjukkan sebagai bek kiri pun membuat namanya masuk ke dalam Ligue 2 Team of the Year 2001/02.
Saat di Monaco tidak jauh berbeda, Deschamps tetap memainkan Evra sebagai bek kiri dan membuat permainan Evra semakin matang. Kematangannya ini bahkan mendapat pujian dari gelandang legendaris Manchester United, Paul Schole. Menurut Scholes, Evra adalah salah satu pemain yang memiliki intelegensi dalam sepakbola terbaik selain Andrea Pirlo. Good luck with your new, Journey Patrice!
Baca juga: Sejarah Berdarah Escobar
Sumber: berbagai sumber
Foto: berbagai sumber
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi isports.id.